GURU DAN (YANG TIDAK PERNAH BERUBAH) PERUBAHAN
Bicara
tentang guru di abad 21 ini, sosok guru seperti apa ya? Tentunya yang
ideal untuk tampil menjadi sosok yang patut digugu dan ditiru! Yaitu
guru yang peduli untuk berbicara masalah pendidikan. Masalah pendidikan
yang selalu menjadi pembicaraan yang tidak pernah putus, namun citra
pendidikan yang berkualitas justru terus semakin mengabur, seiring
dengan semakin terpuruknya harga diri bangsa. Bahkan
seorang wakil Presiden lalu dengan suara lirih mengatakan, 2 kali
kedatangan orang nomor satu dari Indonesia ke Amerika, tak sebuah
koranpun memberitakan. Saat Khazanah budaya dipaten oleh Negara
tetangga, Indonesia baru menyadari setelah kehilangan. Saudara sebangsa
terpojok dengan sebutan Indon, Indonesia tak lagi bergigi. Saat para perompak kas Negara berleha-leha di sudut-sudut Singapura, lalu di mana harga diri bangsa?
Di
mana harga diri bangsa ini berada di antara himpitan dua tantangan
besar di hadapan , yaitu desentralisasi yang tengah berlangsung dan era
globalisasi yang akan bermula di tahun 2020. Alih-alih
dapat menyakini sebagai Negara bervisi, yang ada Indonesia makin
gamang. Padahal ujian berat ini hanya akan dilalui apabila seluruh
bangsa dipersiapkan untuk menghadapi datangnya masa tersebut! Kuncinya
terletak pada kualitas sumber daya yang handal dan berbudaya, sebagai
hasil dari proses guruan yang tidak keliru! Proses tadi tidak dapat
semata dirupiahkan dalam 20% anggaran guru, tetapi dalam konsistensi
melakukan inovasi-inovasi yang dapat menghadirkan potret keberhasilan
pendidikan bangsa.
Karena,
kekeliruan kembali dalam mengelola pendidikan, dengan tetap
mengedepankan kepentingan materi tetap hanya akan menghasilkan keadaan
Indonesia yang carut-marut. Kualitas SDM terburuk di dunia dengan gelar
Negara terkorup di dunia dan nomor satu di Asia, dan ribuan catatan
krisis moral yang anehnya justru dipandang trendy oleh mayoritas masyarakat yang awam terhadap nilai-nilai pendidikan dan nilai-nilai kebenaran.
Bagaimanalah
keawaman itu tidak terjadi, manakala 60% bangsa Indonesia adalah
orang-orang yang tidak dapat menyekolahkan anaknya ke jenjang
prasekolah, 72% keluarga Indonesia di pedesaan dipimpin oleh kepala
keluarga tamatan SD, bahkan di kota masih mencapai angka 57,2% (Kompas,
2002). Penguat kekeliruan yang terjadi adalah masih hanya 10% saja
proses belajar mengajar yang menyentuh sisi sosial emosi. Selebihnya
hanya menyentuh sisi kognisi Partisipasi pendidikan yang makin rendah
pada jenjang yang makin tinggi, yaitu 93% pada jenjang SD, 63,5 % pada
jenjang SMP, 52, 32 % pada jenjang SMA dan hanya 14, 26 % pada jenjang
Perguruan Tinggi. Bersyukurlah para guru yang mendapatkan kesempatan
mengecap guruan tinggi, diiringi dengan doa tulus, perjuangan dan
pengorbanan dari orang2 terkasih di sekeliling kalian, terutama orangtua
atau wali kalian yang berjuang untuk memberi yang optimal untuk kalian.
Melalui
moment hari guru, di mana pada pundak kalian tersemat amanah sebagai
guru dengan kekokohan nilai Islam dan tanggung jawab professional,
ambillah peran dalam memberi kontribusi untuk mengurai permasalahan
tersebut secara jernih, dengan kearifan, kecantikan mengatur strategi
dan kecermatan dalam menggali selurh potensi, sehingga dapat menata
kerja yang dapat mencerahkan negeri dan meningkatkan kualitas pendidikan
di negeri ini.
Dan,
bukan guru yang justru membunuh karakter siswanya karena ketidaktahuan,
bukan guru yang melecehkan siswanya, bukan guru yang menendang siswanya
yang kurang gizi lalu siswa tersebut tak lagi dapat berjalan karena
tulangnya begitu rapuh, bukan guru yang menukar idealism dengan
lembar-lembar rupiah , dan bukan pula guru yang tidak dapat digugu dan
ditiru.
Tapi
guru yang berhati mulia yang selalu memandang hangat dan memberi semyum
ketulusan pada siswa-siswa yang diamanahkan kepadanya, guru yang selalu
termotivasi untuk selalu berbuat lebih baik untuk hari esok, guru yang
hobinya membaca dan mencari tahu tentang kemajuan dan pengetahuan, guru
yang “aware” bahwa dirinya tengah membentuk generasi bagai seorang
peseni yang tengah membentuk tanah liat dengan mesin putarnya. Kemana
tangan diputar, dan bagaimana tanah liat itu akan dilukis, begitulah
guru akan membentuk siswanya.
Kami,
para guru harus berjuang untuk tidak membiarkan mutu guru terus merosot
untuk kualitas pendidikan yang tidak boleh kian terpuruk. Status guru
terus harus meningkat dengan diimbagi dengan kesadaran penuh bahwa
sebagai guru, guru harus terus eksis sebagai pelita dan embun penyejuk,
dan siap menghadapi tantangan yang menurut Paul Kennedy dalam bukunya Preparing for the twenty first century,
yaitu munculnya masyarakat yang semakin kompetitif, kecenderungan pada
masalah-masalah social, kependudukan dan lingkunagn hidup, dan
stabilitas politik yang berkaitan dengan perdamaian dunia. Wawasan
outward looking sudah seharusnya menjadi paradigma guru, jangan pernah
mengerdilkan cakrawala kita yang membuat munculnya perasaan inferior.
Kebutuhan akses informasi pada saat ini merupakan syarat mutlak bagi
guru agar berwawasan internasional. Sekolah2 berwawasan internasional
semakin mengepung, dan perimbangan terhadap kompetensi guru semakin
tertantang . Prof. Seymor Papert dari MIT Media laboratory telah
meramalkan bahwa dunia di abad informasi akan memasuki sumber belajar
dalam bentuk informasi highway dan untuk dapat memasukinya guru harus menguasai apa yang disebnut dengan knowlwgde machine. Polanya jadi semakin jelas, negari ini membutuhkan guru lokal yg berkemampuan cyber urus, professional berkualitas internasional, cosmopolitan dan bervisi global Robbaniyah.
Kenapa harus Robbaniyah?
karena Allahlah Maha Pencipta dan hanya kepada-Nya tertuju dan
berlandas segala upaya. Guru adalah perubah yang perubahannya berlandas
kepada mutu dan kualitas yang mengusung nilai-nilai kebenaran
berlandasan Al Quran dan As Sunah, sebagai landasan asasi di manapun dan
kapanpun kita berkiprah sebagai hamba-NYA yang tidak diciptakan-NYA
kita kecuali untuk beribadah kepada-Nya. Ada 4 pilar yang harus
ditegakkan agar perubahan itu dapat dilakukan oleh pendidik (Muhammad
Said Hawwa) dalam bukunya Membangun Generasi Cerdas dan Berkualitas,
yaitu:
- Kemauan dan tekad.
- Suri teladan yang baik.
- Metode yang benar.
- Hati yang bersih.
Pilar pertama kemauan dan tekad.
Dalam jiwa pendidik yang sadar akan perannya sebagai perubah yang
berdampak luas, kemauannya harus berada dalam kebebasan dan independent
dari mengikuti segala bentuk kebatilan dan sebaliknya bersungguh-sungguh
dalam berkemauan untuk tanggungjawab menunaikan amanahnya. Kemauan yang
kuat dan tegas, bahwa dirinya menginginkan perubabahan menuju
perbaikan, merealisasikan nilai-nilai syariah dan tanggungjawab
profesionalnya adalah sebagai wujud ketaatanNYA kepada Allah. Dan
hakikat mujahadah ini dapat terwujud dalam diri seorang pendidik
hanya dengan menghadap kepada hakikat kebenaran itu sendiri. An Ankabut
69, “Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh mencari keridhaan Allah,
benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan
sesungguhnya Allah benar-benar bersama orang-orang yang berbuat baik.
Pilar kedua dalam reformasi adalah suri teladan.
Perbaikan, perubahan dan pengaruh positif guru sebagai role model bagi
siswa dan masyarakat, yang akan menghantarkan kepada kehidupan yang
lebih baik, tidak akan terwujud tanpa adanya suri teladan yang baik.
Kondisi kerusakan yang terjadi, adalah karena nihilnya suri teladan yang
baik. Sejarah telah membuktikan bahwa kedigjayaan Islam pun menjadi
niscaya karena pada diri Rasulullah itu telah ada suri teladan yang baik
bagi orang yang mengharapkan datangnya rahmat Allah.
Syaikh
Mustafa Shadiq ar Rafii juga menegaskan, bahwa “ Kebaikan pendidik yang
shaleh akan mengakar ke dalam ruh. Pengaruhnya lebih kuat dari sekedar
ilmu. Dirinya adalah wujud dari penafsiran kebenaran secara kongkrit.
Gaya hidup dan sikapnya merupakan magnet yang mampu memulai dan
melalukan perubahan menuju perbaikan”
Pilar ketiga adalah metode yang benar. Setelah
Al Quran dan As Sunah maka sebagai metodologi, abad ini setelah
bermuncullan berbagai perkembangan pengetahuan di bidang pendidikan
sebagai kiat untuk meningkatkan kualitas metodologi pendekatan guru
untuk sukses di kelas. Semuanya adalah implikasi dari prinsip-prinsip
kesuksesan Rasulullah sebagai pendidik yang sukses menghantarkan obyek
didiknya sebagai hamba Allah yang piawai memangku amanah sebagai
khalifah di atas muka bumi ini. Maka tugas kita, adalah berkemauan keras
untuk terus menuntut ilmu sepanjang hayat di kandung badan. Allah lah
yang akan memudahkan jalan menuju syurga bagi hambaNYA yang komitmen
berada pada route senantiasa mengkaji ilmu.
Pilar keempat dari proses perubahan adalah kesalihan hati.
Hati adalah panglima. ”Sesungguhnya di dalam jasad itu ada segumpal
darah, jika ia saleh maka semua anggota jasadnya kan menjadi saleh”
Jagalah
kesalehan hati agar semua yang dipimpinnya senantiasa mengajak atas
segenap pendidik yang memilki kesalehan hati untuk senantiasa menyadari
perannya sebagai perubah menuju perbaikan dan menghantarkan Indonesia
dan dunia menuju kepada kondisi kesejahtera yang berkeadilan.
Sekali
lagi selamat atas komitmen yang masih terjaga hingga fafar hari ini,
untuk terus belajar meningkatkan diri menjadi pendidik sejati.
GURU DAN (YANG TIDAK PERNAH BERUBAH) PERUBAHAN
Bicara
tentang guru di abad 21 ini, sosok guru seperti apa ya? Tentunya yang
ideal untuk tampil menjadi sosok yang patut digugu dan ditiru! Yaitu
guru yang peduli untuk berbicara masalah pendidikan. Masalah pendidikan
yang selalu menjadi pembicaraan yang tidak pernah putus, namun citra
pendidikan yang berkualitas justru terus semakin mengabur, seiring
dengan semakin terpuruknya harga diri bangsa. Bahkan
seorang wakil Presiden lalu dengan suara lirih mengatakan, 2 kali
kedatangan orang nomor satu dari Indonesia ke Amerika, tak sebuah
koranpun memberitakan. Saat Khazanah budaya dipaten oleh Negara
tetangga, Indonesia baru menyadari setelah kehilangan. Saudara sebangsa
terpojok dengan sebutan Indon, Indonesia tak lagi bergigi. Saat para perompak kas Negara berleha-leha di sudut-sudut Singapura, lalu di mana harga diri bangsa?
Di
mana harga diri bangsa ini berada di antara himpitan dua tantangan
besar di hadapan , yaitu desentralisasi yang tengah berlangsung dan era
globalisasi yang akan bermula di tahun 2020. Alih-alih
dapat menyakini sebagai Negara bervisi, yang ada Indonesia makin
gamang. Padahal ujian berat ini hanya akan dilalui apabila seluruh
bangsa dipersiapkan untuk menghadapi datangnya masa tersebut! Kuncinya
terletak pada kualitas sumber daya yang handal dan berbudaya, sebagai
hasil dari proses guruan yang tidak keliru! Proses tadi tidak dapat
semata dirupiahkan dalam 20% anggaran guru, tetapi dalam konsistensi
melakukan inovasi-inovasi yang dapat menghadirkan potret keberhasilan
pendidikan bangsa.
Karena,
kekeliruan kembali dalam mengelola pendidikan, dengan tetap
mengedepankan kepentingan materi tetap hanya akan menghasilkan keadaan
Indonesia yang carut-marut. Kualitas SDM terburuk di dunia dengan gelar
Negara terkorup di dunia dan nomor satu di Asia, dan ribuan catatan
krisis moral yang anehnya justru dipandang trendy oleh mayoritas masyarakat yang awam terhadap nilai-nilai pendidikan dan nilai-nilai kebenaran.
Bagaimanalah
keawaman itu tidak terjadi, manakala 60% bangsa Indonesia adalah
orang-orang yang tidak dapat menyekolahkan anaknya ke jenjang
prasekolah, 72% keluarga Indonesia di pedesaan dipimpin oleh kepala
keluarga tamatan SD, bahkan di kota masih mencapai angka 57,2% (Kompas,
2002). Penguat kekeliruan yang terjadi adalah masih hanya 10% saja
proses belajar mengajar yang menyentuh sisi sosial emosi. Selebihnya
hanya menyentuh sisi kognisi Partisipasi pendidikan yang makin rendah
pada jenjang yang makin tinggi, yaitu 93% pada jenjang SD, 63,5 % pada
jenjang SMP, 52, 32 % pada jenjang SMA dan hanya 14, 26 % pada jenjang
Perguruan Tinggi. Bersyukurlah para guru yang mendapatkan kesempatan
mengecap guruan tinggi, diiringi dengan doa tulus, perjuangan dan
pengorbanan dari orang2 terkasih di sekeliling kalian, terutama orangtua
atau wali kalian yang berjuang untuk memberi yang optimal untuk kalian.
Melalui
moment hari guru, di mana pada pundak kalian tersemat amanah sebagai
guru dengan kekokohan nilai Islam dan tanggung jawab professional,
ambillah peran dalam memberi kontribusi untuk mengurai permasalahan
tersebut secara jernih, dengan kearifan, kecantikan mengatur strategi
dan kecermatan dalam menggali selurh potensi, sehingga dapat menata
kerja yang dapat mencerahkan negeri dan meningkatkan kualitas pendidikan
di negeri ini.
Dan,
bukan guru yang justru membunuh karakter siswanya karena ketidaktahuan,
bukan guru yang melecehkan siswanya, bukan guru yang menendang siswanya
yang kurang gizi lalu siswa tersebut tak lagi dapat berjalan karena
tulangnya begitu rapuh, bukan guru yang menukar idealism dengan
lembar-lembar rupiah , dan bukan pula guru yang tidak dapat digugu dan
ditiru.
Tapi
guru yang berhati mulia yang selalu memandang hangat dan memberi semyum
ketulusan pada siswa-siswa yang diamanahkan kepadanya, guru yang selalu
termotivasi untuk selalu berbuat lebih baik untuk hari esok, guru yang
hobinya membaca dan mencari tahu tentang kemajuan dan pengetahuan, guru
yang “aware” bahwa dirinya tengah membentuk generasi bagai seorang
peseni yang tengah membentuk tanah liat dengan mesin putarnya. Kemana
tangan diputar, dan bagaimana tanah liat itu akan dilukis, begitulah
guru akan membentuk siswanya.
Kami,
para guru harus berjuang untuk tidak membiarkan mutu guru terus merosot
untuk kualitas pendidikan yang tidak boleh kian terpuruk. Status guru
terus harus meningkat dengan diimbagi dengan kesadaran penuh bahwa
sebagai guru, guru harus terus eksis sebagai pelita dan embun penyejuk,
dan siap menghadapi tantangan yang menurut Paul Kennedy dalam bukunya Preparing for the twenty first century,
yaitu munculnya masyarakat yang semakin kompetitif, kecenderungan pada
masalah-masalah social, kependudukan dan lingkunagn hidup, dan
stabilitas politik yang berkaitan dengan perdamaian dunia. Wawasan
outward looking sudah seharusnya menjadi paradigma guru, jangan pernah
mengerdilkan cakrawala kita yang membuat munculnya perasaan inferior.
Kebutuhan akses informasi pada saat ini merupakan syarat mutlak bagi
guru agar berwawasan internasional. Sekolah2 berwawasan internasional
semakin mengepung, dan perimbangan terhadap kompetensi guru semakin
tertantang . Prof. Seymor Papert dari MIT Media laboratory telah
meramalkan bahwa dunia di abad informasi akan memasuki sumber belajar
dalam bentuk informasi highway dan untuk dapat memasukinya guru harus menguasai apa yang disebnut dengan knowlwgde machine. Polanya jadi semakin jelas, negari ini membutuhkan guru lokal yg berkemampuan cyber urus, professional berkualitas internasional, cosmopolitan dan bervisi global Robbaniyah.
Kenapa harus Robbaniyah?
karena Allahlah Maha Pencipta dan hanya kepada-Nya tertuju dan
berlandas segala upaya. Guru adalah perubah yang perubahannya berlandas
kepada mutu dan kualitas yang mengusung nilai-nilai kebenaran
berlandasan Al Quran dan As Sunah, sebagai landasan asasi di manapun dan
kapanpun kita berkiprah sebagai hamba-NYA yang tidak diciptakan-NYA
kita kecuali untuk beribadah kepada-Nya. Ada 4 pilar yang harus
ditegakkan agar perubahan itu dapat dilakukan oleh pendidik (Muhammad
Said Hawwa) dalam bukunya Membangun Generasi Cerdas dan Berkualitas,
yaitu:
- Kemauan dan tekad.
- Suri teladan yang baik.
- Metode yang benar.
- Hati yang bersih.
Pilar pertama kemauan dan tekad.
Dalam jiwa pendidik yang sadar akan perannya sebagai perubah yang
berdampak luas, kemauannya harus berada dalam kebebasan dan independent
dari mengikuti segala bentuk kebatilan dan sebaliknya bersungguh-sungguh
dalam berkemauan untuk tanggungjawab menunaikan amanahnya. Kemauan yang
kuat dan tegas, bahwa dirinya menginginkan perubabahan menuju
perbaikan, merealisasikan nilai-nilai syariah dan tanggungjawab
profesionalnya adalah sebagai wujud ketaatanNYA kepada Allah. Dan
hakikat mujahadah ini dapat terwujud dalam diri seorang pendidik
hanya dengan menghadap kepada hakikat kebenaran itu sendiri. An Ankabut
69, “Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh mencari keridhaan Allah,
benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan
sesungguhnya Allah benar-benar bersama orang-orang yang berbuat baik.
Pilar kedua dalam reformasi adalah suri teladan.
Perbaikan, perubahan dan pengaruh positif guru sebagai role model bagi
siswa dan masyarakat, yang akan menghantarkan kepada kehidupan yang
lebih baik, tidak akan terwujud tanpa adanya suri teladan yang baik.
Kondisi kerusakan yang terjadi, adalah karena nihilnya suri teladan yang
baik. Sejarah telah membuktikan bahwa kedigjayaan Islam pun menjadi
niscaya karena pada diri Rasulullah itu telah ada suri teladan yang baik
bagi orang yang mengharapkan datangnya rahmat Allah.
Syaikh
Mustafa Shadiq ar Rafii juga menegaskan, bahwa “ Kebaikan pendidik yang
shaleh akan mengakar ke dalam ruh. Pengaruhnya lebih kuat dari sekedar
ilmu. Dirinya adalah wujud dari penafsiran kebenaran secara kongkrit.
Gaya hidup dan sikapnya merupakan magnet yang mampu memulai dan
melalukan perubahan menuju perbaikan”
Pilar ketiga adalah metode yang benar. Setelah
Al Quran dan As Sunah maka sebagai metodologi, abad ini setelah
bermuncullan berbagai perkembangan pengetahuan di bidang pendidikan
sebagai kiat untuk meningkatkan kualitas metodologi pendekatan guru
untuk sukses di kelas. Semuanya adalah implikasi dari prinsip-prinsip
kesuksesan Rasulullah sebagai pendidik yang sukses menghantarkan obyek
didiknya sebagai hamba Allah yang piawai memangku amanah sebagai
khalifah di atas muka bumi ini. Maka tugas kita, adalah berkemauan keras
untuk terus menuntut ilmu sepanjang hayat di kandung badan. Allah lah
yang akan memudahkan jalan menuju syurga bagi hambaNYA yang komitmen
berada pada route senantiasa mengkaji ilmu.
Pilar keempat dari proses perubahan adalah kesalihan hati.
Hati adalah panglima. ”Sesungguhnya di dalam jasad itu ada segumpal
darah, jika ia saleh maka semua anggota jasadnya kan menjadi saleh”
Jagalah
kesalehan hati agar semua yang dipimpinnya senantiasa mengajak atas
segenap pendidik yang memilki kesalehan hati untuk senantiasa menyadari
perannya sebagai perubah menuju perbaikan dan menghantarkan Indonesia
dan dunia menuju kepada kondisi kesejahtera yang berkeadilan.
Sekali
lagi selamat atas komitmen yang masih terjaga hingga fafar hari ini,
untuk terus belajar meningkatkan diri menjadi pendidik sejati.