Senin, 04 Juni 2012

Tausiah Bagi Guru


GURU DAN (YANG TIDAK PERNAH BERUBAH) PERUBAHAN

Bicara tentang guru di abad 21 ini, sosok guru seperti apa ya? Tentunya yang ideal untuk tampil menjadi sosok yang patut digugu dan ditiru! Yaitu guru yang peduli untuk berbicara masalah pendidikan. Masalah pendidikan yang selalu menjadi pembicaraan yang tidak pernah putus, namun citra pendidikan yang berkualitas justru terus semakin mengabur, seiring dengan semakin terpuruknya harga diri bangsa. Bahkan seorang wakil Presiden lalu dengan suara lirih mengatakan, 2 kali kedatangan orang nomor satu dari Indonesia ke Amerika, tak sebuah koranpun memberitakan. Saat Khazanah budaya dipaten oleh Negara tetangga, Indonesia baru menyadari setelah kehilangan. Saudara sebangsa terpojok dengan sebutan Indon, Indonesia tak lagi bergigi. Saat para perompak kas Negara berleha-leha di sudut-sudut Singapura, lalu di mana harga diri bangsa?
Di mana harga diri bangsa ini berada di antara himpitan dua tantangan besar di hadapan , yaitu desentralisasi yang tengah berlangsung dan era globalisasi yang akan bermula di tahun 2020. Alih-alih dapat menyakini sebagai Negara bervisi, yang ada Indonesia makin gamang. Padahal ujian berat ini hanya akan dilalui apabila seluruh bangsa dipersiapkan untuk menghadapi datangnya masa tersebut! Kuncinya terletak pada kualitas sumber daya yang handal dan berbudaya, sebagai hasil dari proses guruan yang tidak keliru! Proses tadi tidak dapat semata dirupiahkan dalam 20% anggaran guru, tetapi dalam konsistensi melakukan inovasi-inovasi yang dapat menghadirkan potret keberhasilan pendidikan bangsa.
Karena, kekeliruan kembali dalam mengelola pendidikan, dengan tetap mengedepankan kepentingan materi tetap hanya akan menghasilkan keadaan Indonesia yang carut-marut. Kualitas SDM terburuk di dunia dengan gelar Negara terkorup di dunia dan nomor satu di Asia, dan ribuan catatan krisis moral yang anehnya justru dipandang trendy oleh mayoritas masyarakat yang awam terhadap nilai-nilai pendidikan dan nilai-nilai kebenaran.
Bagaimanalah keawaman itu tidak terjadi, manakala 60% bangsa Indonesia adalah orang-orang yang tidak dapat menyekolahkan anaknya ke jenjang prasekolah, 72% keluarga Indonesia di pedesaan dipimpin oleh kepala keluarga tamatan SD, bahkan di kota masih mencapai angka 57,2% (Kompas, 2002). Penguat kekeliruan yang terjadi adalah masih hanya 10% saja proses belajar mengajar yang menyentuh sisi sosial emosi. Selebihnya hanya menyentuh sisi kognisi Partisipasi pendidikan yang makin rendah pada jenjang yang makin tinggi, yaitu 93% pada jenjang SD, 63,5 % pada jenjang SMP, 52, 32 % pada jenjang SMA dan hanya 14, 26 % pada jenjang Perguruan Tinggi. Bersyukurlah para guru yang mendapatkan kesempatan mengecap guruan tinggi, diiringi dengan doa tulus, perjuangan dan pengorbanan dari orang2 terkasih di sekeliling kalian, terutama orangtua atau wali kalian yang berjuang untuk memberi yang optimal untuk kalian.
Melalui moment hari guru, di mana pada pundak kalian tersemat amanah sebagai guru dengan kekokohan nilai Islam dan tanggung jawab professional, ambillah peran dalam memberi kontribusi untuk mengurai permasalahan tersebut secara jernih, dengan kearifan, kecantikan mengatur strategi dan kecermatan dalam menggali selurh potensi, sehingga dapat menata kerja yang dapat mencerahkan negeri dan meningkatkan kualitas pendidikan di negeri ini.
Dan, bukan guru yang justru membunuh karakter siswanya karena ketidaktahuan, bukan guru yang melecehkan siswanya, bukan guru yang menendang siswanya yang kurang gizi lalu siswa tersebut tak lagi dapat berjalan karena tulangnya begitu rapuh, bukan guru yang menukar idealism dengan lembar-lembar rupiah , dan bukan pula guru yang tidak dapat digugu dan ditiru.
Tapi guru yang berhati mulia yang selalu memandang hangat dan memberi semyum ketulusan pada siswa-siswa yang diamanahkan kepadanya, guru yang selalu termotivasi untuk selalu berbuat lebih baik untuk hari esok, guru yang hobinya membaca dan mencari tahu tentang kemajuan dan pengetahuan, guru yang “aware” bahwa dirinya tengah membentuk generasi bagai seorang peseni yang tengah membentuk tanah liat dengan mesin putarnya. Kemana tangan diputar, dan bagaimana tanah liat itu akan dilukis, begitulah guru akan membentuk siswanya.
Kami, para guru harus berjuang untuk tidak membiarkan mutu guru terus merosot untuk kualitas pendidikan yang tidak boleh kian terpuruk. Status guru terus harus meningkat dengan diimbagi dengan kesadaran penuh bahwa sebagai guru, guru harus terus eksis sebagai pelita dan embun penyejuk, dan siap menghadapi tantangan yang menurut Paul Kennedy dalam bukunya Preparing for the twenty first century, yaitu munculnya masyarakat yang semakin kompetitif, kecenderungan pada masalah-masalah social, kependudukan dan lingkunagn hidup, dan stabilitas politik yang berkaitan dengan perdamaian dunia. Wawasan outward looking sudah seharusnya menjadi paradigma guru, jangan pernah mengerdilkan cakrawala kita yang membuat munculnya perasaan inferior. Kebutuhan akses informasi pada saat ini merupakan syarat mutlak bagi guru agar berwawasan internasional. Sekolah2 berwawasan internasional semakin mengepung, dan perimbangan terhadap kompetensi guru semakin tertantang . Prof. Seymor Papert dari MIT Media laboratory telah meramalkan bahwa dunia di abad informasi akan memasuki sumber belajar dalam bentuk informasi highway dan untuk dapat memasukinya guru harus menguasai apa yang disebnut dengan knowlwgde machine. Polanya jadi semakin jelas, negari ini membutuhkan guru lokal yg berkemampuan cyber urus, professional berkualitas internasional, cosmopolitan dan bervisi global Robbaniyah.
Kenapa harus Robbaniyah? karena Allahlah Maha Pencipta dan hanya kepada-Nya tertuju dan berlandas segala upaya. Guru adalah perubah yang perubahannya berlandas kepada mutu dan kualitas yang mengusung nilai-nilai kebenaran berlandasan Al Quran dan As Sunah, sebagai landasan asasi di manapun dan kapanpun kita berkiprah sebagai hamba-NYA yang tidak diciptakan-NYA kita kecuali untuk beribadah kepada-Nya. Ada 4 pilar yang harus ditegakkan agar perubahan itu dapat dilakukan oleh pendidik (Muhammad Said Hawwa) dalam bukunya Membangun Generasi Cerdas dan Berkualitas, yaitu:
  1. Kemauan dan tekad.
  2. Suri teladan yang baik.
  3. Metode yang benar.
  4. Hati yang bersih.
Pilar pertama kemauan dan tekad. Dalam jiwa pendidik yang sadar akan perannya sebagai perubah yang berdampak luas, kemauannya harus berada dalam kebebasan dan independent dari mengikuti segala bentuk kebatilan dan sebaliknya bersungguh-sungguh dalam berkemauan untuk tanggungjawab menunaikan amanahnya. Kemauan yang kuat dan tegas, bahwa dirinya menginginkan perubabahan menuju perbaikan, merealisasikan nilai-nilai syariah dan tanggungjawab profesionalnya adalah sebagai wujud ketaatanNYA kepada Allah. Dan hakikat mujahadah ini dapat terwujud dalam diri seorang pendidik hanya dengan menghadap kepada hakikat kebenaran itu sendiri. An Ankabut 69, “Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh mencari keridhaan Allah, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar bersama orang-orang yang berbuat baik.
Pilar kedua dalam reformasi adalah suri teladan. Perbaikan, perubahan dan pengaruh positif guru sebagai role model bagi siswa dan masyarakat, yang akan menghantarkan kepada kehidupan yang lebih baik, tidak akan terwujud tanpa adanya suri teladan yang baik. Kondisi kerusakan yang terjadi, adalah karena nihilnya suri teladan yang baik. Sejarah telah membuktikan bahwa kedigjayaan Islam pun menjadi niscaya karena pada diri Rasulullah itu telah ada suri teladan yang baik bagi orang yang mengharapkan datangnya rahmat Allah.
Syaikh Mustafa Shadiq ar Rafii juga menegaskan, bahwa “ Kebaikan pendidik yang shaleh akan mengakar ke dalam ruh. Pengaruhnya lebih kuat dari sekedar ilmu. Dirinya adalah wujud dari penafsiran kebenaran secara kongkrit. Gaya hidup dan sikapnya merupakan magnet yang mampu memulai dan melalukan perubahan menuju perbaikan”
Pilar ketiga adalah metode yang benar. Setelah Al Quran dan As Sunah maka sebagai metodologi, abad ini setelah bermuncullan berbagai perkembangan pengetahuan di bidang pendidikan sebagai kiat untuk meningkatkan kualitas metodologi pendekatan guru untuk sukses di kelas. Semuanya adalah implikasi dari prinsip-prinsip kesuksesan Rasulullah sebagai pendidik yang sukses menghantarkan obyek didiknya sebagai hamba Allah yang piawai memangku amanah sebagai khalifah di atas muka bumi ini. Maka tugas kita, adalah berkemauan keras untuk terus menuntut ilmu sepanjang hayat di kandung badan. Allah lah yang akan memudahkan jalan menuju syurga bagi hambaNYA yang komitmen berada pada route senantiasa mengkaji ilmu.
Pilar keempat dari proses perubahan adalah kesalihan hati. Hati adalah panglima. ”Sesungguhnya di dalam jasad itu ada segumpal darah, jika ia saleh maka semua anggota jasadnya kan menjadi saleh”
Jagalah kesalehan hati agar semua yang dipimpinnya senantiasa mengajak atas segenap pendidik yang memilki kesalehan hati untuk senantiasa menyadari perannya sebagai perubah menuju perbaikan dan menghantarkan Indonesia dan dunia menuju kepada kondisi kesejahtera yang berkeadilan.
Sekali lagi selamat atas komitmen yang masih terjaga hingga fafar hari ini, untuk terus belajar meningkatkan diri menjadi pendidik sejati.























































 
GURU DAN (YANG TIDAK PERNAH BERUBAH) PERUBAHAN
Bicara tentang guru di abad 21 ini, sosok guru seperti apa ya? Tentunya yang ideal untuk tampil menjadi sosok yang patut digugu dan ditiru! Yaitu guru yang peduli untuk berbicara masalah pendidikan. Masalah pendidikan yang selalu menjadi pembicaraan yang tidak pernah putus, namun citra pendidikan yang berkualitas justru terus semakin mengabur, seiring dengan semakin terpuruknya harga diri bangsa. Bahkan seorang wakil Presiden lalu dengan suara lirih mengatakan, 2 kali kedatangan orang nomor satu dari Indonesia ke Amerika, tak sebuah koranpun memberitakan. Saat Khazanah budaya dipaten oleh Negara tetangga, Indonesia baru menyadari setelah kehilangan. Saudara sebangsa terpojok dengan sebutan Indon, Indonesia tak lagi bergigi. Saat para perompak kas Negara berleha-leha di sudut-sudut Singapura, lalu di mana harga diri bangsa?
Di mana harga diri bangsa ini berada di antara himpitan dua tantangan besar di hadapan , yaitu desentralisasi yang tengah berlangsung dan era globalisasi yang akan bermula di tahun 2020. Alih-alih dapat menyakini sebagai Negara bervisi, yang ada Indonesia makin gamang. Padahal ujian berat ini hanya akan dilalui apabila seluruh bangsa dipersiapkan untuk menghadapi datangnya masa tersebut! Kuncinya terletak pada kualitas sumber daya yang handal dan berbudaya, sebagai hasil dari proses guruan yang tidak keliru! Proses tadi tidak dapat semata dirupiahkan dalam 20% anggaran guru, tetapi dalam konsistensi melakukan inovasi-inovasi yang dapat menghadirkan potret keberhasilan pendidikan bangsa.
Karena, kekeliruan kembali dalam mengelola pendidikan, dengan tetap mengedepankan kepentingan materi tetap hanya akan menghasilkan keadaan Indonesia yang carut-marut. Kualitas SDM terburuk di dunia dengan gelar Negara terkorup di dunia dan nomor satu di Asia, dan ribuan catatan krisis moral yang anehnya justru dipandang trendy oleh mayoritas masyarakat yang awam terhadap nilai-nilai pendidikan dan nilai-nilai kebenaran.
Bagaimanalah keawaman itu tidak terjadi, manakala 60% bangsa Indonesia adalah orang-orang yang tidak dapat menyekolahkan anaknya ke jenjang prasekolah, 72% keluarga Indonesia di pedesaan dipimpin oleh kepala keluarga tamatan SD, bahkan di kota masih mencapai angka 57,2% (Kompas, 2002). Penguat kekeliruan yang terjadi adalah masih hanya 10% saja proses belajar mengajar yang menyentuh sisi sosial emosi. Selebihnya hanya menyentuh sisi kognisi Partisipasi pendidikan yang makin rendah pada jenjang yang makin tinggi, yaitu 93% pada jenjang SD, 63,5 % pada jenjang SMP, 52, 32 % pada jenjang SMA dan hanya 14, 26 % pada jenjang Perguruan Tinggi. Bersyukurlah para guru yang mendapatkan kesempatan mengecap guruan tinggi, diiringi dengan doa tulus, perjuangan dan pengorbanan dari orang2 terkasih di sekeliling kalian, terutama orangtua atau wali kalian yang berjuang untuk memberi yang optimal untuk kalian.
Melalui moment hari guru, di mana pada pundak kalian tersemat amanah sebagai guru dengan kekokohan nilai Islam dan tanggung jawab professional, ambillah peran dalam memberi kontribusi untuk mengurai permasalahan tersebut secara jernih, dengan kearifan, kecantikan mengatur strategi dan kecermatan dalam menggali selurh potensi, sehingga dapat menata kerja yang dapat mencerahkan negeri dan meningkatkan kualitas pendidikan di negeri ini.
Dan, bukan guru yang justru membunuh karakter siswanya karena ketidaktahuan, bukan guru yang melecehkan siswanya, bukan guru yang menendang siswanya yang kurang gizi lalu siswa tersebut tak lagi dapat berjalan karena tulangnya begitu rapuh, bukan guru yang menukar idealism dengan lembar-lembar rupiah , dan bukan pula guru yang tidak dapat digugu dan ditiru.
Tapi guru yang berhati mulia yang selalu memandang hangat dan memberi semyum ketulusan pada siswa-siswa yang diamanahkan kepadanya, guru yang selalu termotivasi untuk selalu berbuat lebih baik untuk hari esok, guru yang hobinya membaca dan mencari tahu tentang kemajuan dan pengetahuan, guru yang “aware” bahwa dirinya tengah membentuk generasi bagai seorang peseni yang tengah membentuk tanah liat dengan mesin putarnya. Kemana tangan diputar, dan bagaimana tanah liat itu akan dilukis, begitulah guru akan membentuk siswanya.
Kami, para guru harus berjuang untuk tidak membiarkan mutu guru terus merosot untuk kualitas pendidikan yang tidak boleh kian terpuruk. Status guru terus harus meningkat dengan diimbagi dengan kesadaran penuh bahwa sebagai guru, guru harus terus eksis sebagai pelita dan embun penyejuk, dan siap menghadapi tantangan yang menurut Paul Kennedy dalam bukunya Preparing for the twenty first century, yaitu munculnya masyarakat yang semakin kompetitif, kecenderungan pada masalah-masalah social, kependudukan dan lingkunagn hidup, dan stabilitas politik yang berkaitan dengan perdamaian dunia. Wawasan outward looking sudah seharusnya menjadi paradigma guru, jangan pernah mengerdilkan cakrawala kita yang membuat munculnya perasaan inferior. Kebutuhan akses informasi pada saat ini merupakan syarat mutlak bagi guru agar berwawasan internasional. Sekolah2 berwawasan internasional semakin mengepung, dan perimbangan terhadap kompetensi guru semakin tertantang . Prof. Seymor Papert dari MIT Media laboratory telah meramalkan bahwa dunia di abad informasi akan memasuki sumber belajar dalam bentuk informasi highway dan untuk dapat memasukinya guru harus menguasai apa yang disebnut dengan knowlwgde machine. Polanya jadi semakin jelas, negari ini membutuhkan guru lokal yg berkemampuan cyber urus, professional berkualitas internasional, cosmopolitan dan bervisi global Robbaniyah.
Kenapa harus Robbaniyah? karena Allahlah Maha Pencipta dan hanya kepada-Nya tertuju dan berlandas segala upaya. Guru adalah perubah yang perubahannya berlandas kepada mutu dan kualitas yang mengusung nilai-nilai kebenaran berlandasan Al Quran dan As Sunah, sebagai landasan asasi di manapun dan kapanpun kita berkiprah sebagai hamba-NYA yang tidak diciptakan-NYA kita kecuali untuk beribadah kepada-Nya. Ada 4 pilar yang harus ditegakkan agar perubahan itu dapat dilakukan oleh pendidik (Muhammad Said Hawwa) dalam bukunya Membangun Generasi Cerdas dan Berkualitas, yaitu:
  1. Kemauan dan tekad.
  2. Suri teladan yang baik.
  3. Metode yang benar.
  4. Hati yang bersih.
Pilar pertama kemauan dan tekad. Dalam jiwa pendidik yang sadar akan perannya sebagai perubah yang berdampak luas, kemauannya harus berada dalam kebebasan dan independent dari mengikuti segala bentuk kebatilan dan sebaliknya bersungguh-sungguh dalam berkemauan untuk tanggungjawab menunaikan amanahnya. Kemauan yang kuat dan tegas, bahwa dirinya menginginkan perubabahan menuju perbaikan, merealisasikan nilai-nilai syariah dan tanggungjawab profesionalnya adalah sebagai wujud ketaatanNYA kepada Allah. Dan hakikat mujahadah ini dapat terwujud dalam diri seorang pendidik hanya dengan menghadap kepada hakikat kebenaran itu sendiri. An Ankabut 69, “Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh mencari keridhaan Allah, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar bersama orang-orang yang berbuat baik.
Pilar kedua dalam reformasi adalah suri teladan. Perbaikan, perubahan dan pengaruh positif guru sebagai role model bagi siswa dan masyarakat, yang akan menghantarkan kepada kehidupan yang lebih baik, tidak akan terwujud tanpa adanya suri teladan yang baik. Kondisi kerusakan yang terjadi, adalah karena nihilnya suri teladan yang baik. Sejarah telah membuktikan bahwa kedigjayaan Islam pun menjadi niscaya karena pada diri Rasulullah itu telah ada suri teladan yang baik bagi orang yang mengharapkan datangnya rahmat Allah.
Syaikh Mustafa Shadiq ar Rafii juga menegaskan, bahwa “ Kebaikan pendidik yang shaleh akan mengakar ke dalam ruh. Pengaruhnya lebih kuat dari sekedar ilmu. Dirinya adalah wujud dari penafsiran kebenaran secara kongkrit. Gaya hidup dan sikapnya merupakan magnet yang mampu memulai dan melalukan perubahan menuju perbaikan”
Pilar ketiga adalah metode yang benar. Setelah Al Quran dan As Sunah maka sebagai metodologi, abad ini setelah bermuncullan berbagai perkembangan pengetahuan di bidang pendidikan sebagai kiat untuk meningkatkan kualitas metodologi pendekatan guru untuk sukses di kelas. Semuanya adalah implikasi dari prinsip-prinsip kesuksesan Rasulullah sebagai pendidik yang sukses menghantarkan obyek didiknya sebagai hamba Allah yang piawai memangku amanah sebagai khalifah di atas muka bumi ini. Maka tugas kita, adalah berkemauan keras untuk terus menuntut ilmu sepanjang hayat di kandung badan. Allah lah yang akan memudahkan jalan menuju syurga bagi hambaNYA yang komitmen berada pada route senantiasa mengkaji ilmu.
Pilar keempat dari proses perubahan adalah kesalihan hati. Hati adalah panglima. ”Sesungguhnya di dalam jasad itu ada segumpal darah, jika ia saleh maka semua anggota jasadnya kan menjadi saleh”
Jagalah kesalehan hati agar semua yang dipimpinnya senantiasa mengajak atas segenap pendidik yang memilki kesalehan hati untuk senantiasa menyadari perannya sebagai perubah menuju perbaikan dan menghantarkan Indonesia dan dunia menuju kepada kondisi kesejahtera yang berkeadilan.
Sekali lagi selamat atas komitmen yang masih terjaga hingga fafar hari ini, untuk terus belajar meningkatkan diri menjadi pendidik sejati.

0 komentar:

Posting Komentar